Zelfbestuur; Mengenang Kemerdekaan

Penulis Admin
02 December 2022

Oleh: Abdul Zahir, S.Pd., M.Pd.

Zelfbestuur dalam beberapa hari ini menjadi kata yang begitu familiar. Banyak aktivis gerakan yang kemudian mempopulerkan kata ini dan kemudian menjadi bahan perbincangan oleh banyak orang. Zelfbestuur bukanlah kata yang bisa ditemukan dalam kamus Bahasa Indonesia, pun bukan bahasa daerah yang kemudian diserap sebagai bahasa nasional. Hingga ketika membincang Zelfbestuur akan menemui kehambaran karena ketidaktahuan makna yang melekat dalam kata tersebut.

Wikipedia mengartikan Zelfbestuur sebagai bentuk pemerintahan sendiri. Makna ini sejalan dengan pidato H.O.S. Tjokroaminoto kala kongres Sarekat Islam 17 Juni 1916 dengan menyebut Zelfbestuur sebagai pemerintahan sendiri.

Menurut Rambe (2008), Zelfbestuur sendiri merupakan ide pemerintahan sendiri yang didengungkan oleh HOS Tjokroaminoto sendiri pada pidato Kongres Nasional I SI. Berikut penggalannya :

“Bahwa tidak pantas lagi Hindia diperintah oleh negeri Belanda, bagaikan tuan tanah yang menguasai tanah-tanahnya. Tidak pada tempatnya menganggap Hindia sebagai seekor sapi perahan yang hanya diberi makan demi susunya; tidaklah pantas untuk menganggap negeri ini sebagai tempat kemana orang berdatangan hanya untuk memperoleh keuntungan, dan sekarang sudah tidak pada tempatnya lagi bahwa penduduknya terutama pada anak negerinya sendiri, tidak mempunyai hak untuk turut berbicara dalam soal pemerintahan, yang mengatur nasib mereka…”

“tidak mengharapkan sesuatu golongan rakyat berkuasa di atas golongan rakyat yang lain. Ia lebih mengharapkan hancurnya kuasanya satu kapitalisme yang jahat (zondig kapitalism), dan memperjuangkan agar tambah pengaruhnya segala rakyat dan golongan rakyat … di atas jalannya pemerintahan dan kuasanya pemerintah yang perlu akhirnya mendapat kuasa pemerintah sendiri (zelf bestuur).”

Menurut Aji Dedi Mulawarman (2015), Tjokroaminoto mengambil langkah politis melalui organisasi dalam rangka mendorong pembentukan Zelfbestuur. Bahkan setelah Oetoesan Hinda sudah tidak terbit, bersama Agoes Salim menerbitkan Fadjar Asia (FA) dan FA inilah menginginkan segera Zelfbestuur segera dibentuk dan kolom gagasannya bersifat politik islam.

Zelfbestuur yang didengungkan pada tahun 1916 dan kemudian nyata diproklamirkan 17 Agustus 1945 atau 39 tahun lamanya merupakan rentetan perjuangan menegakkan pemerintahan sendiri, lepas dari penjajahan Belanda. Perjalanan panjang itu menyisakan satu nama yang begitu terpatri, Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Mengutip kalimat Soekarno “Andaikata Tjokroaminoto masih hidup, tentulah bukan saya yang menjadi Presiden, melainkan dia. Saya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan dia.” (Republika, 15/09/2015)

Soekarno kita kenal sebagai bapak proklamator kemerdekaan, sejatinya adalah murid kesayangan dari Tjokroaminoto. Melalui gagasan kritisnya, Tjokro mulai melakukan penyadaran Nusantara melalui Zelfbestuur atau pemerintahan sendiri. Untuk merealisasikan hal itu, Tjokro mendidik tiga orang yang nantinya akan menjadi tokoh nasional, yaitu Soekarno, Hamka dan Kartosoewirjo. Kedua muridnya, Soekarno dan Kartosoewirjo dididik di rumah Peneleh. Khusus Hamka dikader lewat Sekolah Kader di Jogja medio 1924.

Di samping perkaderan, beliau menjalankan agenda penyadaran lewat pergerakan utama, Sarekat Islam, yang nantinya berubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia. Tidak hanya itu, beliau melakukan gerakan konsolidasi umat yang fenomenal, baik melalui Kongres Al Islam di Hindia Belanda serta mendorong berdirinya Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), gabungan organisasi politik secara nasional (Mulawarman 2015).

Kini, kemerdekaan telah kita nikmati, 71 tahun lamanya dan cikalnya sudah 100 tahun geloranya. Zelfbestuur oleh Tjokroaminoto tidak bisa diwujudkan, tetapi lewat anak ideologisnyalah zelfbestuur itu mewujud. 39 tahun selisih Tjokroaminoto mengumandangkan semangat kemerdekaan dengan proklamasi yang dibacakan Soekarno. Perjalanan panjang perjuangan zelfbestuur tak sekedar untuk dikenang dan dijadikan romantisme sejarah. Seperti perkataan Soekarno “Jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Antusiasme terhadap semangat kemerdekaan harus selalu digelorakan.

Mulawarman bahwa sebagaimana Tjokroaminoto menuntut mosi di Volkstraad, untuk membuat perubahan, maka sudah saatnya kita melucurkan mosi Tjokroaminoto baru, hijrah baru untuk Negeri, melalui kebangkitan nasional. Hari ini kita memberi pernyataan pada dunia bahwa Indonesia harus berdikari. Indonesia mampu berdiri di atas kaki sendiri!

Hari ini kita meneriakkan pada dunia bahwa Indonesia menggenggam kuat Zelfbestuur Kesemestaan Bertauhid, Pemerintahan Sendiri yang Kokoh untuk Menyongsong Semesta Bertauhid. Inilah makna Pancasila yang sejati. Sejarah menunjukkan bahwa Soekarno adalah murid yang sangat mencintai guru utamanya, HOS Tjokroaminoto, tak ada yang melebihi beliau sebagaimana beliau mengucapkannya “Cerminku adalah Tjokroaminoto”, artinya, Tjokroaminoto adalah guru kita semua.

Mari kita semua menjadi pembaru negeri ini, bercermin pada Tjokroaminoto, menjadi manusia-manusia sadar untuk bergerak melakukan perubahan demi kebaikan, kebenaran dan kemashlahatan negeri dan semesta. (Mulawarman, 2016)

Abdul Zahir, Ketua Divisi Pembinaan Kader dan Aparatur Pimpinan Wilayah Pemuda Muslimin Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan. Dosen Universitas Cokroaminoto Palopo

Tulisan ini telah dimuat di EDUNEWS.ID, pada tanggal 17 Juni 2016

Bagikan