Oleh Ahmad Abdul Basyir*
Tiga seperdua abad menjadi bukti bahwa bangsa ini pernah berada dalam keterpurukan, karena dicengkeram oleh para aktivis kolonialisme (Belanda), sehingga membuat rakyat hidupnya terbelengguh dan terpenjarakan di rumah sendiri.
Hal inilah yang meresahkan seorang tokoh pejuang islam bernama Hadji Samanhoedi, yang telah di pengaruhi oleh pemahaman Pan Islamisme, yang ia dapat ditanah arab kala berhaji. Setelah kembali ke nusantara, ia melihat terjadinya diskriminasi terhadap rakyat khususnya dibidang perdagangan karena para penjajah dan pedagang cina pada saat itu telah menguasai perdagangan dinusantara.
Beliau bergegas hati dan berani membuat perhimpunan Sarekat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1905. Sebagai pembanding dalam mengontrol pergerakan perdagangan kala itu. Padahal kekuasaan masih dipegang oleh Belanda, namun beliau tidak gentar akan hal tersebut.
Beralihnya kepemimpinan dari Hadji Samnhoedi ke H.O.S Tjokrominota berubahnya pula namanya dari SDI menjadi Sarekat Islam (SI). Yang tidak jauh begitu beda dengan tokoh sebelumnya. Tjokro adalah tokoh yang progresif, memiliki kegigihan dan keberaniannya untuk memperjuangkan wasiat tersebut.
Hal inilah yang melatarbelakangi adanya SI, karena kesadarannya bahwa diskriminasi penjajah bukan hanya tertuju kepedagang semata namun hampir keseluruh lapisan masyarakat seperti nelayan, petani, buruh, pangreh praja dan lainnya.
Kata Tjokrominoto kita bagaikan sapi perahan yang di beri makan hanya untuk susunya. Maka dimulainya babak baru yang begitu brilian dalam perjuangan untuk memerdekakan bangsa ini kala itu.
Dalam pidato Tjokrominoto untuk mendongkrak semangat keislaman sebagai kasalitator gerakan politik membara dan mengobarkan hati rakyat yang cinta dengan bumipertiwi.
Wij hebben ons ras hef en reet de krach van de leer van onzen godsdient (Islam) doen wij ons best on allen of het grootste van onze bangsa een te maken. “Kita mencintai bangsa kita, dan dengan ajaran agama kita (Islam), kita berusaha sepenuhnya untuk mempersatukan seluruh atau sebagian terbesar bangsa kita.”
Tjokro mengajak kita sekiranya untuk mencintai bangsa ini dengan ajaran agama Islam untuk cinta secara kaffah. Allah SWT. berfirman di surah (Al-Baqarah):208 – Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Mengajak pula para penduduk bumiputra pada saat itu untuk bersatu dalam menegakkanya agama Islam agar bangsa menjadi merdeka, bukan berpecah belah. Sebagaimana yang pernah Allah SWT. wasiatkan kepada Nabi.
Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (Q.S.Ash-Shūraá:13).
Wasit ini menjadi landasan bukti akan semangat yang harus kita perjuangkan. Bukan karena Samanhoedi dan Tjokro semata. Tetapi karena rakyat dan Allah SWT. sehingga kita bergegas membuka mata dan hati kita yang sedang tertidur mimpi akan kenikmatan dunia. Kita melihat secara defacto bahwa bangsa kita masih terjajah.
Bertahun-tahun yang lalu sejarah mengungkap bangsa ini telah ditindas dengan ketidakadilan, kemiskinan, perbudakan dan pembodohan. Itulah yang dirasakan oleh rakyat dulu. Hari inipun terjadi serupa apa yang dirasakan bangsa kita terdahulu, meskipun dalam konteks kekinian.
Terlihat sekarang, monopoli-monopoli ini dipegang bukan oleh kekuatan bangsa indonesia, tetapi dipegang dan dikuasai oleh bangsa asing dan oleh bangsa keturunan asing, sehingga pribumi indonesia sendiri yang merupakan setidak-tidaknya 90℅ penduduk indonesia dalam keadaan terjajah ekonominya.
Walaupun hidup dalam negara merdeka, bahkan dari hari ke hari kedudukan ekonomi bangsa indonesia makin memprihatinkan, lebih-lebih sangat terasa dikalangan buruh-buruh kecil dan para buruh nelayan. (H.M.CH. Ibrahim, 92).
Kondisi politik bangsa inipun rancau, terlihat para politukus yang berjubah kekuasaan menjadi rakus dan busuk karena menguras uang rakyat pribumi. Kongkalikong menjadi ritual ketika ia memakai pakaian kekuasaan, bersifat congkak dan sombong yang ia sering perlihatkan.
Sementara itu kondisi sosial bangsa lebih parah lagi dan mengalami degradasi moral yang tidak baik. Seperti pelecehan seksual, pembuhan sadis, pemerkosaan, berjudi, narkoba menjadi komsumsi dan lain sebagainya. Namun yang paling miris semua hal tentang moral buruk ini bisa di lakukan satu orang saja dengan terampil.
Pada hari kedua dalam kongres Central Sarekat Islam (CSI) 17 Juni 1916 di Bandung, pidato Tjokro kembali bergemuru untuk menyadarkan dan membangkitkan semangat rakyat agar wasiat perjuangan ini di lakukan.
Sekarang jalan telah terbuka untuk mencapai tujuan itu, yakni memperoleh zelbestuur (pemerintahan sendiri), biarpun hanya daerah-daerah atau bagian-bagian. Kita harus mencoba untuk membuka semua lubang, semua jalan yang dapat kita gunakan untuk mencapai tujuan kita. Akan tetapi dengan jalan yang baik dan jika jalan dan lain-lain itu sempit atau kecil maka kita harus berusaha memperbesarnya agar kita dapat menembusnya.
Proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 yang di komandankan Ir. Soekarno merupakan cikal-bakal dari buah perjuangan mendirikan zelbestuur. Wasiat yang diterimahnya dari guru sekaligus mertuanya yaitu Tjokroaminoto.
Dalam kondisi kekinian sering diproklamirkan sebagai perayaan tahunan. Tetapi tidaklah menjadi perjuangan yang baru, ia hanya bak perayaan semata. Berbeda yang pernah di lakukan pejuang-pejuang terdahulu. Dengan semangat dan cinta yang diperlihatkan.
Penghujung pidato, Tjokroaminoto berpesan: Hak-hak kebebasan politik baru diberikan kepada rakyat kalau rakyat itu meminta sendiri dengan memaksa. Jarang sekali terjadi kebebasan itu diberikan sebagai hadiah oleh sesuatu pemerintah. Dibawah pemerintahan yang tiranik dan zalim, hak-hak dan kebebasan itu di capai dengan revolusi.
Pesan Tjokro: Kalau kamu menjadi pemimpin rakyat yang bersungguh-sungguh, lebih dahulu kamu harus cinta betul-betul kepada rakyat. Korbankanlah jiwa ragamu dan tenagamu untuk membela kepentingan rakyat, sebab kamu adalah bagian dari padanya.
Oleh karena itu, wasiat yang digagas oleh Samanhoedi, Tjokro, Soekarno dan pejuang yang lain. Sekiranya kita generasi muda kembali mengenggam wasiat ini dan betul memperjuankan hak-hak kebebasan rakyat, betul-betul bersungguh-sungguh karena Allah SWT.
Cita-cita yang mulia ini harus di perjuangkan agar bangsa ini menjadi baik. Sebab Zelbestuur adalah wasiat leluhur kita yang harus kita perjuangkan. Demi meraih kemerdekaan sejati, berdaulat, adil dan bermartabat.
Ahmad, Kader Pimpinan Anak Cabang (PAC) Pemuda Muslimin Indonesia Kab. Takalar.
Dimuat pada kolom TJOKRO CORNER di EDUNEWS.ID, tanggal 16 Juli 2016