Syarikat Islam Indonesia (SII) adalah salah satu organisasi yang memiliki sejarah panjang dalam perjuangan kemerdekaan dan kebangkitan nasional Indonesia. Didirikan pada tahun 1905 oleh Haji Samanhudi sebagai Syarikat Dagang Islam (SDI), organisasi ini awalnya berfokus pada perlawanan terhadap imperialisme ekonomi kolonial Belanda. Seiring berjalannya waktu, SI berkembang menjadi gerakan politik yang signifikan, memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan menjadi pelopor gerakan kebangsaan.
Sarekat Islam (yang sekaraqng menjadi SII) pernah menjadi salah satu organisasi paling berpengaruh dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia. Namun, dalam perkembangan politik Indonesia modern, gerakan yang memiliki akar kuat pada masyarakat Islam ini tampak kehilangan relevansi dan pengaruhnya. Ketika organisasi-organisasi Islam lainnya seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah masih memainkan peran penting dalam kehidupan sosial-politik, Sarekat Islam cenderung tenggelam dari kesadaran publik.
Sejarah yang Menjadi Beban
Sarekat Islam memiliki sejarah panjang yang penuh dinamika. Namun, setelah perpecahan internal pada dekade 1920-an dan bertransformasi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), organisasi ini kehilangan basis massa yang solid. Perubahan lanskap politik nasional setelah kemerdekaan hingga era reformasi turut meminggirkan PSII. Seiring waktu, Sarekat Islam yang semula menjadi simbol pergerakan nasional berbasis Islam kehilangan arah dan mengalami fragmentasi politik.
Sejak masa Orde Baru, gerakan politik Islam mengalami marginalisasi yang signifikan. Pemerintah Orde Baru melakukan fusi partai-partai Islam menjadi satu partai, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang mengurangi kekuatan politik masing-masing partai, termasuk Syarikat Islam Indonesia. Kebijakan ini berdampak pada melemahnya pengaruh politik SI di kancah nasional. Selain itu, kebijakan represif terhadap gerakan Islam juga membuat SI kesulitan untuk berkembang dan beradaptasi dengan dinamika politik yang ada.
Sejarah tersebut, kini lebih sering dilihat sebagai warisan masa lalu daripada fondasi untuk masa depan. Sarekat Islam Indonesia menghadapi tantangan untuk menyesuaikan diri dengan dinamika politik modern yang membutuhkan organisasi dengan strategi yang relevan, struktur yang fleksibel, dan pesan yang dapat menjawab kebutuhan zaman.
Selain itu konflik internal dan masalah kepemimpinan juga menjadi salah satu penyebab tenggelamnya gerakan SI. Konflik yang terjadi dalam tubuh SI sering kali berujung pada perpecahan dan melemahkan soliditas organisasi. Selain itu, sistem rekrutmen dan kaderisasi yang belum optimal membuat SI kesulitan dalam melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang mampu membawa organisasi ini kembali berpengaruh. Kepemimpinan yang tidak efektif dan kurangnya visi strategis juga menjadi faktor yang menghambat perkembangan SII.
Tantangan Internal dan Eksternal
- Krisis Kepemimpinan dan Relevansi Ideologi
Salah satu tantangan utama adalah krisis kepemimpinan. Dalam beberapa dekade terakhir, Sarekat Islam gagal melahirkan tokoh-tokoh nasional yang mampu membawa organisasi ini kembali ke pusat panggung politik. Ideologi yang diusung juga kurang mampu bersaing dengan organisasi lain yang lebih progresif dalam menjawab isu-isu kontemporer, seperti demokrasi, hak asasi manusia, dan kesetaraan gender.
- Dominasi Organisasi Lain
Organisasi-organisasi Islam seperti NU, Muhammadiyah, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah mendominasi ruang gerak politik dan sosial umat Islam di Indonesia. Mereka memiliki infrastruktur yang lebih kuat, basis massa yang lebih besar, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman. Sarekat Islam tidak hanya kalah dalam hal pengaruh politik tetapi juga dalam membangun hubungan dengan masyarakat.
- Minimnya Basis Massa
Dalam politik modern, kekuatan organisasi sangat bergantung pada dukungan massa. Sarekat Islam gagal mempertahankan basis massanya yang dulu sangat besar. Generasi muda, yang menjadi kunci keberlanjutan sebuah organisasi, kurang mengenal sejarah dan peran Sarekat Islam. Hal ini membuat SI semakin kehilangan daya tariknya.
- Tantangan Ideologis dan Identitas
SI juga menghadapi tantangan ideologis dan identitas dalam konteks politik modern. Perubahan sosial dan budaya yang cepat membuat SI harus beradaptasi dengan nilai-nilai baru yang berkembang di masyarakat. Namun, upaya untuk mempertahankan identitas dan nilai-nilai tradisional sering kali berbenturan dengan tuntutan modernisasi. Hal ini menciptakan dilema bagi SI dalam menentukan arah dan strategi politik yang sesuai dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan jati diri.
- Fragmentasi Gerakan Islam
Fragmentasi gerakan Islam di Indonesia juga berkontribusi pada melemahnya pengaruh SI. Banyaknya organisasi dan partai politik Islam yang muncul dengan agenda dan kepentingan yang berbeda-beda membuat gerakan Islam terpecah-pecah. Hal ini mengakibatkan kurangnya koordinasi dan sinergi antara berbagai elemen gerakan Islam, termasuk SI. Fragmentasi ini juga membuat suara politik Islam menjadi terpecah dan kurang efektif dalam mempengaruhi kebijakan publik.
- Menguatnya Oligarki Politik
Menguatnya oligarki politik di Indonesia juga menjadi faktor yang mempengaruhi tenggelamnya gerakan SI. Dominasi partai-partai besar dan pengaruh elit politik membuat ruang gerak seperti SI semakin terbatas. Hal ini membuat SI kesulitan untuk mendapatkan dukungan. Selain itu, sistem politik yang cenderung koruptif dan praktik politik uang juga menjadi hambatan bagi Syarikat Islam Indonesia untuk kembali menjadi Partai untuk bersaing secara sehat dalam percaturan politik nasional.
Kurangnya Inovasi dan Adaptasi
Dalam era digital dan globalisasi, inovasi menjadi kunci untuk tetap relevan. Sayangnya, Sarekat Islam Indonesia tampaknya kesulitan untuk beradaptasi dengan teknologi modern dan strategi komunikasi yang efektif. Di saat organisasi lain memanfaatkan media sosial dan platform digital untuk menjangkau audiens yang lebih luas, Sarekat Islam masih terlihat menggunakan pendekatan tradisional yang tidak lagi menarik bagi generasi milenial dan Gen Z.
Selain itu, isu-isu yang diangkat oleh Sarekat Islam kurang menggugah perhatian publik. Ketika masyarakat lebih tertarik pada isu-isu seperti perubahan iklim, keadilan sosial, dan pemberantasan korupsi, Sarekat Islam Indonesia belum mampu menawarkan narasi yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Peran di Masa Depan
Meskipun tenggelam, Sarekat Islam Indonesia tetap memiliki potensi untuk bangkit kembali jika mampu mereformasi diri. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
- Revitalisasi Kepemimpinan
Sarekat Islam Indonesia membutuhkan tokoh-tokoh muda yang visioner dan mampu membawa organisasi ini ke arah yang lebih relevan. Kepemimpinan yang kuat dan inklusif dapat menarik kembali kepercayaan masyarakat.
- Reformasi Struktur dan Strategi
Organisasi ini perlu mereformasi struktur internalnya agar lebih fleksibel dan efisien. Strategi baru yang berbasis data, teknologi, dan kolaborasi dengan organisasi lain harus segera diimplementasikan.
- Fokus pada Isu Kontemporer
Sarekat Islam Indonesia harus mampu mengangkat isu-isu yang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern. Perjuangan untuk keadilan sosial, pemberantasan korupsi, dan pemberdayaan ekonomi umat bisa menjadi titik tolak baru.
- Edukasi Sejarah dan Identitas
Generasi muda perlu diedukasi mengenai sejarah dan peran penting Sarekat Islam Indonesia dalam perjuangan nasional. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye digital, seminar, atau kerja sama dengan institusi pendidikan.
Kesimpulan
Tenggelamnya Sarekat Islam Indonesia dalam percaturan politik saat ini adalah hasil dari kombinasi berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Namun, organisasi ini memiliki warisan sejarah yang kuat dan dapat dijadikan modal untuk bangkit kembali. Dengan reformasi yang tepat, kepemimpinan yang visioner, dan adaptasi terhadap tantangan zaman, Sarekat Islam masih memiliki peluang untuk kembali memainkan peran penting dalam kehidupan politik dan sosial di Indonesia. Tantangan terbesar adalah apakah organisasi ini mampu menjawab kebutuhan zaman atau tetap terjebak dalam bayang-bayang masa lalunya.
Wallahu’alam
Penulis : Ardinal