Perspektif Pemuda Muslimin Indonesia dalam Moderasi Beragama
Author: Muhammad Sabri.A, Ardinal Bandaro Putiah Anggota Pemuda Muslimin Wilayah Sumatera Barat muhammadsabry54@g,mail.com
Pendahuluan
Jenderal, Listyo Sigit Prabowo, mengungkapkan pihaknya telah menangkap 217 tersangka kasus terorisme sejak Januari hingga Mei 2021. Delapan tersangka di antaranya dilakukan tindakan tegas terukur. “Kita telah amankan 217 tersangka, 209 dalam proses penyidikan dan delapan tersangka dilakukan tindakan tegas terukur,” ujar Listyo dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (16/6).[1] Kasus di atas menunjukkan bahwa terorisme-radikalisme masih ada dan perlu diwaspadai serta di cegah.
Selanjutnya, tindakan terorisme dan radikalisme di stimulusi oleh pemahaman tentang dalil-dalil teks suci. Zaman klasik para ulama pendahulu memahami teks-teks agama dengan cara tekstual yang hanya bersandar dengan makna zahir dari teks, kalaupun sedikit melakukan kontekstualisasi tentang teks, tafsiran tidak akan jauh dari makna teks zahir. Pada abad modern para cendikiawan mulai melakukan ekspansi penafsiran secara kontektualisme melalui ilmu-ilmu seperti sosiologi, filsafat hermenetik, piskologi, histori dan sebagainya dengan tujuan teks mampu bicara melihat persoalan zaman.
Peluang masuknya fikiran-fikiran radikalisme yang berujung pada terorisme disebabkan oleh penafsran tekstual. Implikasi dari pemahaman tekstualis adalah penyempitan makna sehingga teks tidak mampu hadir dengan melihat persoalan zaman. Sementara pemahaman kontekstual, bagaimana teks hadir sebagai sebuah solusi yang bersamaan dengan peristiwa dan fenomena zaman, sehingga teks adaptif dengan zaman. Dengan ini Pemuda Muslimin Indonesia memberikan sebuah konsep moderasi beragama dalam hidup yang majemuk lagi plural yaitu;
- ketauhidan(Kemerdekaan Sejati)
- Persamaan Hak(keadilan) dan
- Persaudaraan(Ukhuwah).
Pembahasan
- Tauhid.
Menurut penulis tauhid adalah memaknai dan implementasi nilai-nilai yang di firman oleh Allah Swt, melalui nabi Muhammad Saw, lalu di sampaikan kepada ummat yang membahas dan mengulas segala aspek kehidupan. Persoalan hari ini adalah ummat Islam menafsirkan kata tauhid hanya sebatas mengesakan Allah Swt yang di implementasikan melalui zikir, doa-doa dan ibadah. Stigma tersebut terlalu sempit untuk di pahami dan di mengerti.
Jika pemahaman hanya seperti, tidak heran ketika melihat pemahaman yang sempit seperti kasus Covid, yang mana masih banyak masyarakat bicara tidak perlu Vaksin karena cukup saja berserah diri kepada Allah Swt. [2]Suatu sisi ini merupaka tauhid, akan tetapi tauhid yang kurang mendalami substansi, karena pemahaman seperti ini telah mengingkari ayat-ayat Allah yang lain, yang mana Allah Swt, menyuruh kita Ikhtiar dan berusaha. Sebagaimana dalam QS. surah Ar-ra’ad ayat ,13;11.
لَهۥُ مُعَ قِّبَٰتَٞ مِّنۢ بَيۡنِّ يدََيۡهِّ وَمِّنۡ خَلۡفِّ هِّۦ يحَۡفَظُونَه ۥُ مِّنۡ أمَۡرِّ ٱ هللِّّ إِّنّ ٱللَّ لََيغَُ يرُِّ مَا بِّقوَۡمٍ حَتىَّٰ يغَُي رُِّواْ مَا بِّأنَفسُِّهِّ همۡ وَإذَِّآ أرََادَ ٱللُّ بِّقوَۡمٖ سُوٓءٗا فَلََ مَرَدّ لَه ۥُ
وَمَا لهَُم مِّن دُونِّهِّ ۦ مِّن وَالٍ ١١
Artinya:”Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Sebaiknya dalam memahami tauhid dengan memposisikan ikhtiar hal yang utama setelah itu baru dengan kata tawakkal kepada Allah Swt. Jangan sampai narasi tauhid dalam pemahaman yang sempit dijadikan sebagai tameng untuk menutupi kemalasan yang tidak ingin berusaha. Jika ingin sehat maka berobatlah, itulah yang dikatakan usaha, bukan malahan hanya berdiam diri dan berserah kepada Allah dengan menerima keadaan. [3]
Tekusus kasus Covid-19, pemerintah Indonesia telah memfasilitasi dengan berbagai tindakan, baik najuran dari kepolisian maupun dari kemenses. Semua yang pemerintah lakukan adalah bentuk usaha dalam menjalani perintah ayatayat Allah,sebagaimana ayat di atas. Seharusnya masyarakat mesti menghargai dan menghargai pihak terkait seperti kepolisian yang begerak memutuskan mata rantai Covid-19.
Selanjutnya, tauhid juga bisa di mengerti sebagai keyakinan kita tentang adanya atau deklarasi tentang tuhan dan keabsaan firman-Nya.[4] Keabsaan firman tersebut yang menjadi dasar dalam menjalani kehidupan. Setiap agama mempunyai tauhid tersendiri, dalam menjalankan agamanya dan masingmasing memilki nilai-nilai kebaikan untuk ummatnya. Intinya setiap agama mengajarkan sikap yang damai, suka ketentraman, cinta dan kasih sayang terhadap sesama tanpa memandang ditingsi keyakinan.
Adapun sebagian pemeluk agama yang bersikap radikal bearti tidak benarbenar paham dengan substansial agamanya. Jadi sebagai pemeluk agama mesti mengetahui literalisme secara komprehensif dalam memahami keyakinan agamanya. Melalui ketauhidan masing-masing kita bisa menggapai moderasi beragama yang benar dan baik.
2. Persamaan hak( asas keadilan)
Jika di pandang dalam perspektif agama persamaan hak adalah suatu hak bagi pemeluk agama yang diberikan kebebasan untuk melaksanakan ibadah atau ritual serta keyakinannnya. Lebih luas dari pada itu persamaan juga bearti memberikan kebebasan, tanpa melihat suku, ras, agama manapun. Semuanya berstatus sama di mata hukum. Rasulullah pernah melontarkan narasi,
“sekalipun fatimah yang melakukan pencurian, maka akulah yang akan memotong tangannya”. Hadis shahih ini jelas memberikan edukasi, bahwa rasulullah mengutamakan keadilan tanpa pandang bulu. [5]
Selan itu Muhammad saw, juga mengajarkan dalam Interaksi dengan ummat antar bergama sebagaimana termaktub dalam piagam Madinah yaitu;
- Kebebasan yang seluasnya bagi semua komunitas untuk menganut agama kepercayaan masing-masing. [6]
- Masing kelompok di berikan kebebasan untuk mengatur sitem peradilan
- Semua penduduk Madinah(Yahudi, Islam, arab dan non Arab) wajib saling membantu baik materil maupun moril
- Semua penduduk Madinah wajib bersama-sama mempertahankan kedaulatan Madinah.[7]
Naskah ini merupakan kejadian nyata yang di peraktekkan oleh Rasulullah Saw, dalam mengelola ummat beragama. Adapun nilai-nla yang terkandung dalam teks tersebut adalah persamaan, keadilan, kemanusiaan dan kesetaraan nasionalisme tanpa memandang diferensiasi sosial dan keyakinan.
Di saat era kontemporer bicara moderasi ummat beragama, rasulullah telah lebih dahulu memperaktekkan moderasi tersebut. Adapun moderasi zaman sekarang hanya sebuah rekonstruksi atau refleksi nilai-nilai masa lampau. Dengan ini perlu dan urgensi bagi ummat Muslim kususnya untuk meninjau kembali secara komprehensif bagaimana praktek Muhammad Sae, dalam beragama. Jadi, bagi siapa yang ekstriim dan radikal dalam memahamii agama, bearti telah meninggalkan ajaran Muhammad Saw.
3. Persaudaraan
Untuk membangun suatu negara yang kuat dan berkemajuan, tentunya membutuhkan kolektif. Kolektif tidak akan terbangun jika adanya rasa persaudaraan. Persaudaraan dalam arti luas adalah sebuah nilai-nilai kepedulian, saling bertanggung jawab atas saudara yang lainnya dengan cara bahu membahu dan gotong royong dalam menggapai tujuan kolektiif.
Menurut Quray Syihab[8] persaudaraan terbagi atas beberapa maacam yaitu;
- Persaudaraan Ubudiyah. adalah persaudaraan karena sama-sama tunduk kepada tuhan.(Al-an’am. 6;38)
- Persaudaraan Insaniyya. adalah persaudaraan karena sesama manusia.(alhujurat(49);13
- persaudaraan Wathaniyyah. adalah persaudaraan sebangsa setanah air.(Alhujurat. 49’13).[9]
Tiga Poin di atas hanya satu disebutkan persaudaraan seiman dan segama. Akan tetapi persaudaraan sesama manusia terdapat dua poin. Hal ini menunjukkan persaudaraan sesama manusia begitu esensial. Lanjut, persaudaraan tidak sebatas narasi atau basa basi kepedulian, cinta dan kasih sayang. Akan tetapi ikut bertindak secara nyata untuk harmonisasi hubungan antar pemeluk agama yaitu; dengan cara dialog, berdikusi, mempunyai perhatian tentang keamanan mereka dalam menjalani ibadah-ibadah dan keyakinan mereka.
Mengenai kemanan dalam suatu negara, telah ada badan keamanan negara yaitu; kepolisian, TNI dan masyarakat semuanya. Sebagai garda terdepan dalam mengatur keamanan negara, adalah kepolisian. Dengan ini masyarakat mesri mensupport pihak kepolisian dalam menjaga kestabilan negara, agar terjaga keamanan dan kesejahteraan negara. Selanjutnya, juga mensupport kepolisian untuk mengaman dan membina oknum-oknum yang tinggi hati, oknum-oknum radikalis dan oknum-oknum ekstrimis.
Conclution
Pemuda Muslimin menawarkan konsep dalam moderasi bergama yaitu:pertama persaudaraan sebangsa dan setanah air dalam mencegah radikalisme. Yang ke kedua, masyarakat bekerjasama dengan pihak kepolisan untuk menjaga keamanan negara dari oknum-oknum terorisme.
Daftar Pustaka
Quraisy Syihab, Wawasan Al-Quran:Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan ummat( Jakarta; Mizan,1998)
Dedi Muhahammad Shiddiq,Islamic Studies Untuk Perguruan Tinggi Umum
Telaah Kritis Problem Ekonomi, Sosial, dan Politik dari Perspektif. N.p., PT Penerbit IPB
Press, 2016.h.69
Rahmat, M. Imdadun. Islam pribumi: mendialogkan agama, membaca realitas. Indonesia, Erlangga, 2003.h.23
Ahmad Sya’labii, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta; Bulan Bintag,1977
Ismail, Faisal. Studi Islam kontemporer. Indonesia: IRCiSoD, 2018
Wahyono Hadi Parmono, 17 Tuntunan Hidup Muslim. N.p., Deepublish, 2017.
Atmonad, Kun Fayakun : Buku Keenam: Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu. (2018). (n.p.): Atmoon Self Publishing.. https://www.dw.com/id/3–alasan–utama–masih–ada–warga–ri–yang–tolak–
vaksin–covid–19/a–59488167. 13 Desember–2021.
https://www.republika.co.id/berita/quskax354/polri-tangkap-217-
tersangka-terorisme-sepanjang-2021
[1] https://www.republika.co.id/berita/quskax354/polri-tangkap-217-tersangka-terorismesepanjang-2021
[2] https://www.dw.com/id/3–alasan–utama–masih–ada–warga–ri–yang–tolak–vaksin–covid19/a–59488167. 13 Desember–2021.
[3] Wahyono Hadi Parmono, 17 Tuntunan Hidup Muslim. N.p., Deepublish, 2017.h.163
[4] Atmonad, Kun Fayakun : Buku Keenam: Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu. (2018). (n.p.): Atmoon Self Publishing..h.254
[5] Rahmat, M. Imdadun. Islam pribumi: mendialogkan agama, membaca realitas. Indonesia, Erlangga, 2003.h.23
[6] Ahmad Sya’labii, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta; Bulan Bintag,1977).h.84
[7] Ismail, Faisal. Studi Islam kontemporer. Indonesia: IRCiSoD, 2018.h.46
[8] Quraisy Syihab, Wawasan Al-Quran:Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan ummat( Jakarta;
Mizan,1998).h.487-490
[9] Dedi Muhahammad Shiddiq,Islamic Studies Untuk Perguruan Tinggi Umum Telaah Kritis Problem Ekonomi, Sosial, dan Politik dari Perspektif. N.p., PT Penerbit IPB Press, 2016.h.69