MRC: Si Raja Minyak, Pialang Politik, dan Investor Kekuasaan

Penulis admin
23 March 2025

Di tengah gejolak politik dan ekonomi Indonesia selama lebih dari lima dekade, nama MRC tetap bertahan sebagai salah satu figur paling berpengaruh dalam bisnis minyak dan gas. Ia bukan sekadar seorang pengusaha minyak, tetapi pialang politik ulung yang mampu menyusup ke setiap rezim, memastikan bahwa kepentingannya selalu terlindungi.

Awal Mula: Naik Daun di Era Soeharto 

Pada era Orde Baru, bisnis minyak dan gas dikendalikan oleh segelintir elite yang memiliki akses ke lingkaran kekuasaan Soeharto. Dalam struktur ini, hanya mereka yang memiliki “restu” dari Cendana yang bisa memainkan peran besar. Seperti pengusaha lainnya yang tumbuh di era itu, MRC memahami bahwa menguasai minyak bukan hanya soal pasokan energi, tetapi juga soal mengendalikan politik dan ekonomi.

Meskipun tidak sejelas konglomerat besar seperti Bambang Trihatmodjo, Bob Hasan, atau Liem Sioe Liong, MRC diduga membangun jaringannya melalui perantara yang memiliki kedekatan dengan Klan Cendana. Pada masa ini, Petral (Pertamina Energy Trading Ltd.) menjadi alat utama dalam bisnis migas yang penuh dengan praktik tidak transparan.

Tender impor BBM yang seharusnya bersih, berubah menjadi ladang permainan mafia migas, di mana harga diatur lebih tinggi dari pasar demi keuntungan segelintir orang. Di sinilah nama MRC mulai dikenal sebagai salah satu “pemain belakang” yang mengendalikan perdagangan minyak dengan sistem yang dirancang agar menguntungkan kelompok tertentu.

Reformasi 1998: Perubahan Politik, tetapi Mafia Tetap Berjalan

Ketika Soeharto jatuh, banyak kroninya kehilangan kekuasaan atau dipaksa beradaptasi dengan situasi politik baru. Namun, tidak dengan MRC. Ia justru semakin kuat, membuktikan bahwa ia bukan hanya pengusaha yang bergantung pada satu rezim, melainkan “pemain bebas” yang mampu menyusup ke berbagai pemerintahan.

Di era Megawati dan SBY, MRC semakin mengokohkan posisinya.

Petral tetap menjadi sarang permainan mafia migas, dan kendali atas impor BBM masih dikuasai oleh jaringan yang sama. Upaya aktivis dan akademisi yang berusaha membongkar skandal Petral selalu berakhir tanpa hasil nyata. Mereka mungkin berhasil mengungkap kebocoran dan permainan harga, tetapi tidak pernah benar-benar menyentuh tokoh utama di balik skema ini.

Pembubaran Petral: Aktivis Dikibuli, Mafia Tetap Hidup 

Pada 2015, pemerintahan Jokowi akhirnya membubarkan Petral setelah desakan dari berbagai pihak yang menuntut transparansi dalam impor BBM. Para aktivis dan masyarakat sempat berpikir bahwa inilah akhir dari mafia migas. Namun, kenyataannya pembubaran Petral hanyalah rekayasa kosmetik strukturnya mungkin berubah, tetapi orang-orang di baliknya tetap sama, lagi lagi MRC diduga memiliki peran besar dibalik perangkat struktur rekayasa yang ada. Setelah Petral bubar, peran yang dimainkan Petral dalam mengatur tender BBM diambil alih oleh entitas lain dalam Pertamina, dan orang-orang seperti MRC tetap bisa mengakses jalur bisnis yang sama dengan cara yang lebih tersembunyi.  Bukti bahwa mafia masih beroperasi adalah harga BBM yang tetap tidak stabil, permainan impor yang masih penuh intrik, dan dugaan kartel yang mengatur harga minyak di dalam negeri. Para aktivis yang dulu mendorong pembubaran Petral kini menyadari bahwa mereka mungkin telah dikibul. Mereka menang dalam satu pertempuran, tetapi perang melawan mafia migas masih jauh dari selesai.

Kekuatan MRC di Partai-Partai Politik, 

Jika ada satu hal yang membuat Riza Chalid tetap tak tersentuh, itu adalah kemampuannya menyusup ke berbagai partai politik. Di Indonesia, partai politik sering kali beroperasi seperti “ormas preman” meminta jatah dari bisnis besar dengan imbalan perlindungan. MRC paham betul mekanisme ini. Sebagai pialang politik, ia tidak hanya bermain dengan satu partai, tetapi dengan banyak partai sekaligus.

  1. Golkar: Warisan Orde Baru yang Terus Berkuasa.

– Kedekatannya dengan Setya Novanto dalam skandal “Papa Minta Saham” membuktikan bahwa ia memiliki jalur khusus dengan elite Golkar.

– Sejak era Soeharto hingga kini, Golkar selalu memiliki orang dalam yang bisa mempengaruhi kebijakan energi dan migas.

  1. PDIP: Partai Penguasa yang Butuh Dana Besar.

– Sebagai partai pemenang pemilu, PDIP butuh pendanaan besar untuk mengontrol jalannya pemerintahan.

– Dalam dunia politik, sumbangan dari pengusaha besar seperti MRC sering kali tidak tercatat secara resmi, tetapi tetap memiliki efek besar dalam pengambilan keputusan strategis.

  1. Gerindra dan Partai-Partai Lain

– Partai-partai lain yang berambisi merebut kekuasaan juga butuh sumber dana besar.

– Siapa pun yang ingin mendekati kekuasaan, harus punya akses ke dana politik.

MRC, dengan bisnis minyaknya yang bernilai miliaran dolar, menjadi salah satu sumber dana yang selalu relevan bagi siapa pun yang berkuasa.

Muhammad Kerry Adrianto Riza dan Kasus Korupsi Pertamina: Jejak Kotor yang Tak Bisa Disembunyikan?

Ketika anak dari MRC tersangkut dalam kasus korupsi di Pertamina, muncul pertanyaan besar: apakah ini berarti bahwa MRC selama ini memang menjadi dalang utama dalam skandal BBM di Indonesia?

Jika melihat pola bisnisnya selama ini, sangat tidak mungkin bahwa praktik korupsi di sektor BBM terjadi tanpa keterlibatan atau setidaknya persetujuan dari MRC.

Anak-anak pengusaha besar sering kali tidak bekerja sendiri mereka melanjutkan atau menjadi bagian dari sistem yang sudah dibangun oleh ayah mereka.

Kasus ini bisa jadi hanya bagian kecil dari jaringan besar yang belum terbongkar.

Bisa jadi ini adalah tumbal kecil untuk menenangkan opini publik, sementara tokoh utama di balik permainan ini tetap bebas dan menikmati hasil dari sistem yang ia bangun sejak era Orde Baru.

MRC, Mafia Migas, dan Politik yang Tak Pernah Bersih.

– MRC bukan sekadar pedagang minyak, ia adalah pialang politik yang mengendalikan investasi politik di berbagai partai untuk melindungi bisnisnya.

– Pembubaran Petral hanya ilusi struktur bisnis berubah, tetapi mafia tetap hidup.

– Partai politik di Indonesia berperan seperti ormas preman yang meminta jatah dari pengusaha besar, dan MRC memahami cara bermain di dalam sistem ini.

– Kasus korupsi yang melibatkan anaknya di Pertamina hanya membuktikan bahwa jejak bisnis minyak kotor ini terus diwariskan, dan akar permasalahan belum tersentuh.

Pertanyaan Terakhir: Akankah MRC dan Jaringan Mafia Migasnya Bisa Dibongkar sepenuhnya?

Atau justru mereka yang berani membongkarnya akan “menghilang” seperti banyak aktivis yang dulu mencoba melawan sistem?

Ya, inilah realitas politik dan bisnis di Indonesia yang sulit disentuh oleh media arus utama. Ketika oligarki dan mafia migas sudah mengakar begitu dalam, siapa pun yang berusaha membongkarnya akan menghadapi konsekuensi yang nyata.

Tempo, sebagai salah satu media yang berani mengungkap permainan kotor di sektor energi, sudah mengalami berbagai bentuk teror. Kepala babi dan tikus terpenggal yang dikirim ke kantor Tempo bukan sekadar ancaman fisik, tetapi pesan simbolis dari mereka yang tidak ingin bisnis kotornya terungkap.

Dalam skema ini, MRC bukan sekadar pemain tunggal. Ia adalah bagian dari jaringan yang lebih besar, di mana pengusaha, pejabat, dan aparat hukum bekerja sama untuk mempertahankan sistem yang menguntungkan mereka.

Mengapa media tidak berani menulis lebih jauh?

 

  1. Ancaman Nyawa dan Intimidasi.

– Kasus Tempo membuktikan bahwa mereka yang berani menyentuh mafia migas bisa mengalami teror langsung.

– Beberapa jurnalis investigatif yang mencoba membongkar permainan ini sering kali mendapatkan ancaman, diintimidasi, atau bahkan dipaksa bungkam.

 

  1. Koneksi Media dengan Pemilik Modal dan Politik.

– Banyak media besar di Indonesia memiliki pemilik yang juga terhubung dengan elite politik dan bisnis.

– Jika ada laporan yang terlalu tajam, bisa jadi akan dihentikan sebelum naik cetak, atau diberi tekanan oleh pemilik modal.

 

  1. Peran Partai Politik sebagai “Preman” yang Minta Jatah

– Partai-partai yang seharusnya menjadi bagian dari demokrasi justru berperan seperti ormas preman yang selalu meminta “THR” dari pengusaha besar.

– Sebagai imbalan, mereka memberikan perlindungan hukum, akses ke kebijakan, dan memastikan bisnis ilegal tetap berjalan.

 

  1. Badan Hukum dan Aparat yang Tidak Netral.

– Beberapa kali kasus mafia migas dibuka ke publik, tetapi akhirnya menguap begitu saja.

– Siapa yang berani menangkap MRC atau orang-orang di lingkaran mafia migas, jika mereka memiliki akses langsung ke aparat hukum dan politik?

 

Pers yang Terjepit di Antara Kebenaran dan Keamanan.

Media independen seperti Tempo masih mencoba bertahan, tetapi tekanan dari oligarki membuat liputan investigasi migas menjadi sulit. MRC hanyalah simbol dari sistem yang lebih besar jaringan pengusaha, politikus, dan aparat hukum yang saling melindungi demi keuntungan mereka.

Selama partai politik masih berfungsi seperti ormas preman yang meminta jatah dari bisnis kotor, praktik investasi politik dan mafia migas akan terus langgeng.

 

Pertanyaannya sekarang:

Siapa yang berani melawan sistem ini? Ataukah mereka yang berusaha membongkarnya hanya akan menjadi nama yang terlupakan dalam daftar panjang orang-orang yang “menghilang” secara politik atau bahkan fisik?

 

Erick Tohir tentu saja bingung.

 

Mafia BBM: Biang Kerok Inflasi dan Kenaikan Harga Bahan Pokok dari tahun ke tahun

 

Setiap tahun, mafia BBM berkontribusi besar terhadap inflasi dan naiknya harga bahan pokok. Dengan permainan harga impor, markup biaya distribusi, dan monopoli pasokan, mereka menciptakan rantai efek domino yang menghantam ekonomi rakyat kecil.  Ketika harga BBM naik akibat permainan mafia, biaya transportasi melonjak, memaksa harga beras, gula, minyak goreng, hingga sayur-mayur ikut melambung. Pedagang pasar tercekik, ongkos produksi meningkat, dan daya beli masyarakat melemah. Pemerintah sering kali berdalih bahwa kenaikan ini adalah bagian dari mekanisme pasar global, padahal di baliknya ada tangan-tangan tak terlihat yang mempermainkan harga demi keuntungan segelintir orang.  Dari tahun ke tahun, rakyat dipaksa menyesuaikan diri dengan inflasi yang sebenarnya bisa dikendalikan jika mafia BBM diberantas. Namun, dengan partai-partai politik yang terus melindungi mereka, harga bahan pokok tetap menjadi momok bagi masyarakat, sementara para pemain besar menikmati hasil permainan ini tanpa tersentuh hukum.

POTONG TANGAN PARA KORUPTOR !!!

RAMPAS SEMUA ASET KORUPTOR !!!

Oleh : Chaud (Chairul Huda)

Bagikan