KORUPSI SEBAGAI KUDETA EKONOMI: PENGHANCURAN SISTEMATIS NEGARA DALAM DIALEKTIKA PRAMOEDYA ANANTA TOER DAN H.O.S. TJOKROAMINOTO

Penulis admin
23 March 2025

Apa yang dimaksud dengan kudeta? Ia adalah pengambilalihan kekuasaan dengan cara paksa, tetapi tak selalu dengan senjata. Ada kudeta yang lebih licik, lebih tak kasat mata, lebih merusak dari perang konvensional. Kudeta itu tidak membakar kota, tidak membunuh langsung dengan moncong senapan, tetapi merampas kehidupan secara perlahan, mencabut hak rakyat tanpa mereka sadari, menghisap kekayaan negara hingga ke akar-akarnya, dan menenggelamkan bangsa ke dalam ketimpangan abadi. Kudeta semacam itu bernama korupsi.

Hari ini, kita tidak hidup di bawah penjajahan bangsa asing. Kita tidak lagi memiliki tuan kolonial yang berdiri di belakang meja administrasi, mengendalikan laju ekonomi dan membagi sumber daya sesuai kepentingannya. Tetapi, penjajahan belum berakhir. Ia hanya berganti rupa. Yang dulu dilakukan oleh orang-orang asing kini dilakukan oleh anak-anak bangsa sendiri, yang mengaku pemimpin tetapi sejatinya perampok.

Pramoedya Ananta Toer, dalam Bumi Manusia, menggambarkan bagaimana bangsa yang kehilangan kendali atas dirinya sendiri akan jatuh ke dalam jurang penindasan. Yang menjadi penjajah bukan lagi orang asing, tetapi sistem yang terus dipertahankan oleh mereka yang sudah nyaman dengan ketimpangan. Feodalisme ekonomi, yang dulu ditegakkan oleh para tuan tanah dan birokrasi kolonial, kini diteruskan oleh birokrasi yang korup, oleh pejabat yang bukan bekerja untuk rakyat, tetapi untuk memperkaya diri dan menjaga lingkaran oligarki yang semakin menghisap darah negeri.

H.O.S. Tjokroaminoto telah lama memperingatkan bahwa negara yang tidak dijalankan dengan amanah akan menjadi sarang perampokan kolektif. Ketika demokrasi yang seharusnya menjadi alat untuk keadilan sosial berubah menjadi sistem dagang, di mana kekuasaan diperjualbelikan kepada mereka yang memiliki modal, maka rakyat tak lebih dari objek eksploitasi yang diperas setiap tetes keringatnya. Maka inilah yang terjadi. Negara ini telah jatuh ke dalam jerat kudeta ekonomi yang begitu dalam. Dan tidak ada cara yang lebih efektif untuk menundukkan bangsa selain merampas kekayaannya, mengendalikan sektor strategisnya, dan mengatur sistemnya agar hanya menguntungkan segelintir elite yang menguasai sumber daya.

INVESTASI POLITIK SEBAGAI JALAN PENGHANCURAN NEGARA

Di era modern, korupsi bukan sekadar pencurian biasa, bukan hanya uang yang ditilep dari kas negara. Korupsi telah berkembang menjadi sebuah investasi politik, sebuah skema bisnis yang memastikan bahwa hanya mereka yang memiliki modal besar yang dapat mengakses kekuasaan.

Lihat bagaimana seseorang bisa naik ke kursi jabatan di negeri ini. Ia tidak butuh visi, tidak perlu integritas. Yang ia butuhkan adalah uang, banyak uang. Ia membayar partai, ia membeli suara, ia menyuap birokrasi agar namanya ada di kertas suara. Politik bukan lagi pertarungan gagasan, tetapi pasar gelap kekuasaan, di mana yang mampu membayar akan menang.

Dan setelah ia menang, ia harus mengembalikan modalnya. Maka, ia menjual proyek-proyek infrastruktur kepada kroni-kroninya, mengatur anggaran untuk menguntungkan kelompoknya, membiarkan lembaga-lembaga negara menjadi sarang pencurian, memastikan bahwa sistem bekerja untuk melayani mereka yang sudah membantunya naik.

Sementara itu, hukum tidak lagi menjadi penjaga keadilan, tetapi alat untuk memastikan bahwa para pemodal politik tetap tak tersentuh. Lembaga pengawas dibuat ompong, aparat penegak hukum disuap, hakim-hakim menjadi pelayan kepentingan mereka yang memiliki uang.

Rakyat, yang mestinya menjadi pemegang kekuasaan tertinggi dalam demokrasi, tak lebih dari angka-angka dalam statistik. Mereka hanya diingat saat pemilu, tetapi dilupakan segera setelah kotak suara ditutup. Hak-hak mereka dirampas tanpa mereka sadari. Kesejahteraan yang dijanjikan hanya ilusi, karena dalam sistem yang dikendalikan oleh investasi politik, hanya segelintir orang yang akan menikmati hasilnya.

KORUPSI BBM: PENGHISAPAN ENERGI RAKYAT DAN PENGGERAK INFLASI

Tidak ada alat yang lebih efektif untuk menundukkan rakyat selain dengan mengendalikan energi. BBM adalah urat nadi perekonomian, roda yang menggerakkan produksi, distribusi, dan kehidupan sehari-hari. Maka ketika korupsi masuk ke sektor ini, dampaknya bukan hanya pada laporan keuangan negara, tetapi pada kehidupan jutaan orang yang harus membayar lebih mahal untuk setiap liter bensin yang mereka gunakan.

Skema korupsi dalam sektor BBM adalah bentuk eksploitasi yang paling keji. Mafia energi bekerja sama dengan pejabat korup untuk memanipulasi harga, mengatur distribusi, dan menciptakan kelangkaan buatan agar harga bisa dimainkan. Subsidi yang seharusnya untuk rakyat kecil bocor ke tangan para spekulan. BBM bersubsidi diselundupkan ke industri besar, atau bahkan ke luar negeri, sementara rakyat dipaksa membeli dengan harga yang semakin mahal.

Efek domino dari korupsi ini begitu luas. Ketika harga BBM naik, biaya produksi melonjak, harga bahan pokok melambung, dan daya beli masyarakat semakin tergerus. Inflasi merayap ke setiap aspek kehidupan. Mereka yang sudah miskin semakin terhimpit, sementara mereka yang memiliki akses ke sumber daya semakin memperkaya diri di atas penderitaan rakyat.

Dalam perspektif Pramoedya, ini adalah bentuk penjajahan yang paling sistematis. Ketika rakyat dipaksa membayar lebih untuk kebutuhan dasar mereka, sementara keuntungan hanya dinikmati oleh segelintir elite, maka sesungguhnya mereka sedang diperbudak dalam sistem yang diciptakan oleh bangsanya sendiri. Tjokroaminoto akan melihat ini sebagai pengkhianatan terhadap prinsip keadilan sosial, karena sektor energi, yang seharusnya menjadi alat pemerataan kesejahteraan, justru dijadikan alat untuk menindas.

HUKUMAN YANG SETIMPAL: PERAMPASAN ASET DAN POTONG TANGAN SEBAGAI KONSEKUENSI LOGIS

Korupsi bukan lagi sekadar pelanggaran hukum, tetapi bentuk kudeta terhadap negara dan rakyatnya. Ketika hukum tidak lagi dihormati, ketika kejahatan ekonomi dibiarkan tanpa konsekuensi serius, maka negara berada di ambang kehancuran.

Islam mengajarkan bahwa pencurian harus dihukum dengan tegas. Rasulullah SAW menetapkan potong tangan bagi pencuri, sebagaimana tertulis dalam QS. Al-Ma’idah: 38. Jika pencurian biasa saja mendapatkan hukuman seperti itu, maka korupsi—yang merampas hak jutaan rakyat—harus dihukum lebih keras lagi.

Tidak cukup sekadar pemenjaraan singkat atau pengembalian sebagian kecil uang hasil korupsi. Aset yang diperoleh dari hasil korupsi harus dirampas sepenuhnya, hak politik mereka harus dicabut, dan bagi mereka yang telah mengkhianati negara dalam skala apapun, hukuman fisik seperti potong tangan harus diberlakukan sebagai simbol bahwa negara tidak akan lagi mentoleransi penghancuran yang mereka lakukan.

MELAWAN KUDETA EKONOMI: MEMBANGUN KEADILAN YANG SEBENARNYA

Pramoedya pernah berkata, “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.” Jika kita tidak segera bertindak, jika kita tetap membiarkan sistem ini berjalan tanpa perlawanan, maka kita bukan hanya sedang membiarkan negeri ini tenggelam, tetapi juga sedang berkontribusi dalam kematiannya.

Sebagaimana Tjokroaminoto menegaskan bahwa kepemimpinan adalah amanah, bukan alat eksploitasi, maka tidak ada ruang bagi kompromi dalam pemberantasan korupsi. Jika kita ingin menyelamatkan bangsa ini, maka kita harus berani melakukan perlawanan total terhadap sistem yang telah membajak negara dan menghancurkan kehidupan rakyatnya. Dan perlawanan itu harus dimulai sekarang, sebelum segalanya terlambat.

HARAPAN ANAK BANGSA TANPA KORUPSI: INDONESIA YANG SEHARUSNYA ADA

Bayangkan sebuah negeri di mana setiap anak, tanpa melihat dari mana mereka berasal, mendapatkan pendidikan terbaik tanpa harus membayar sepeser pun. Bayangkan sebuah rumah sakit di pelosok desa yang berdiri kokoh, lengkap dengan dokter dan peralatan medis terbaik, di mana siapa pun yang sakit bisa berobat tanpa harus memikirkan biaya. Bayangkan petani yang bekerja di tanahnya sendiri, tidak lagi dihantui oleh mafia agraria atau para pejabat yang menjual lahan kepada korporasi besar.

Bayangkan jalan-jalan di desa yang mulus, jembatan yang kokoh, sekolah yang berdiri megah, buku-buku yang tersedia tanpa kekurangan, internet yang menghubungkan setiap pelosok negeri, serta energi yang murah dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat. Bayangkan kesejahteraan yang merata, di mana tidak ada lagi anak yang tidur dalam kelaparan, tidak ada lagi orang tua yang mati sia-sia karena tak mampu membayar biaya rumah sakit, tidak ada lagi pemuda yang harus meninggalkan mimpinya karena negara tak mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang layak.

Bayangkan sebuah Indonesia tanpa kejahatan jalanan, tanpa premanisme yang tumbuh subur karena kemiskinan, tanpa organisasi massa yang berubah menjadi alat pemerasan, tanpa maling yang mencuri karena lapar. Tidak ada lagi polisi yang menuntut bayar, bayar, bayar untuk setiap urusan administrasi dan hukum. Tidak ada lagi anak-anak yang terpaksa putus sekolah karena orang tuanya tak mampu membayar seragam atau buku pelajaran. Tidak ada lagi buruh yang diperas tenaganya tanpa jaminan kesejahteraan.

Semua itu bukan utopia, bukan mimpi kosong, bukan harapan yang terlalu tinggi. Semua itu mungkin terjadi jika korupsi tidak menggerogoti negeri ini seperti penyakit yang tak kunjung sembuh.

NEGERI YANG HILANG KARENA KORUPSI

Berapa banyak anggaran pendidikan yang bocor? Berapa banyak dana kesehatan yang lenyap sebelum sampai ke rumah sakit-rumah sakit kecil di pedalaman? Berapa banyak proyek infrastruktur yang mangkrak karena uangnya dikorupsi?

Jika tidak ada korupsi, Indonesia tidak akan punya sekolah-sekolah dengan atap bocor, lantai berdebu, meja reyot, dan papan tulis yang nyaris tak bisa digunakan. Tak akan ada anak-anak yang harus berjalan berkilo-kilometer hanya untuk belajar di sekolah yang hampir roboh.

Jika tidak ada korupsi, petani akan mendapat pupuk yang murah, benih yang berkualitas, dan akses pasar yang adil. Tidak akan ada cerita petani yang bangkrut karena harga gabah anjlok sementara tengkulak dan pejabat menikmati keuntungan dari impor beras yang seharusnya tidak perlu dilakukan.

Jika tidak ada korupsi, bantuan sosial akan sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Tidak akan ada lagi pejabat yang menggunting dana bansos untuk kepentingan pribadi, yang membiarkan rakyatnya kelaparan sementara mereka menikmati kemewahan dengan uang yang seharusnya digunakan untuk menolong yang miskin.

Jika tidak ada korupsi, negara tidak perlu berutang begitu besar hanya untuk membiayai pembangunan. Semua infrastruktur akan berdiri kokoh, rumah sakit akan memiliki peralatan medis terbaik, sekolah akan dipenuhi oleh buku dan guru yang kompeten, pertanian akan menjadi sektor yang makmur, energi akan murah dan berlimpah.

Tanpa korupsi, rakyatlah yang benar-benar memiliki negara ini, bukan segelintir elite yang menghisap sumber daya negeri untuk memperkaya diri mereka sendiri.

MASA DEPAN YANG SEHARUSNYA KITA MILIKI

Indonesia seharusnya menjadi bangsa yang berdikari. Bukan bangsa yang menyerahkan tanahnya kepada korporasi asing, bukan bangsa yang membiarkan kekayaannya hanya mengalir ke tangan segelintir orang, bukan bangsa yang membiarkan rakyatnya menderita di negeri yang begitu kaya.

Negeri ini seharusnya menjadi tempat di mana tidak ada lagi anak yang putus sekolah hanya karena orang tuanya tidak mampu membayar seragam. Tidak ada lagi ibu yang harus kehilangan anaknya hanya karena biaya rumah sakit terlalu mahal. Tidak ada lagi pemuda yang harus meninggalkan tanah kelahirannya untuk menjadi buruh di negeri orang karena di sini tidak ada kesempatan bagi mereka.

Negeri ini seharusnya menjadi tempat di mana setiap tetes keringat rakyat berbuah manis, di mana kerja keras dihargai, di mana keadilan bukan hanya kata-kata dalam pidato politik, tetapi nyata dalam setiap kebijakan dan setiap tindakan pemerintah.

Negeri ini seharusnya menjadi tempat di mana pejabat adalah pelayan rakyat, bukan penguasa yang memperkaya diri. Di mana hukum berdiri tegak, tidak bisa dibeli dengan uang, tidak bisa ditekuk oleh kekuasaan.

Negeri ini seharusnya menjadi rumah bagi semua anak bangsa, bukan hanya bagi mereka yang memiliki koneksi dan modal.

Tidak ada lagi kejahatan jalanan, karena semua orang memiliki kesempatan untuk hidup layak. Tidak ada lagi anak-anak yang mengamen di perempatan jalan atau tidur di trotoar karena mereka semua memiliki rumah yang layak. Tidak ada lagi organisasi masyarakat yang berubah menjadi gerombolan preman, karena negara hadir untuk menjamin kesejahteraan setiap warga. Tidak ada lagi pencurian kecil-kecilan, karena tak ada yang harus mencuri demi bertahan hidup.

Di negeri tanpa korupsi, polisi bekerja untuk melindungi rakyat, bukan untuk menjual hukum kepada mereka yang mampu membayar lebih. Tidak ada lagi pungli di jalanan, tidak ada lagi birokrasi yang berbelit hanya untuk memeras mereka yang datang mengurus administrasi.

Di negeri tanpa korupsi, setiap orang memiliki hak yang sama untuk hidup dengan bermartabat.

MELAWAN KORUPSI: MENYELAMATKAN INDONESIA

Harapan itu tidak akan menjadi kenyataan jika korupsi masih merajalela.

Maka, melawan korupsi bukan sekadar upaya hukum, bukan sekadar tugas KPK atau aparat penegak hukum. Melawan korupsi adalah perjuangan untuk menyelamatkan bangsa ini dari kehancuran. Kita harus menciptakan sistem yang tidak memberi ruang bagi para koruptor. Tidak boleh ada kompromi. Koruptor harus kehilangan segalanya. Aset mereka harus disita, hak politik mereka harus dicabut, dan bagi mereka yang telah mencuri miliaran rupiah dari negara, hukuman fisik harus diberlakukan sebagai simbol bahwa negara ini tidak akan lagi mentoleransi pengkhianatan.

Karena korupsi bukan hanya pencurian uang negara. Korupsi adalah pembunuhan yang dilakukan tanpa senjata.

Dan selama kita masih membiarkan korupsi hidup, kita sedang membunuh masa depan kita sendiri. Indonesia yang tanpa korupsi bukanlah utopia. Ia adalah masa depan yang seharusnya kita miliki. Sebuah negeri yang seharusnya ada. Sebuah negeri yang masih mungkin kita perjuangkan. Sebuah negeri yang harus kita rebut kembali, sebelum semuanya terlambat.

Oleh : Renaldi Davinci

Bagikan